Featured post

TRAINING JURNALISTIK 2017

LET'S JOIN

Monday, 7 November 2016

Pph pasal 23 dan pph pasal 26

PPH PASAL 23 DAN PASAL 26”
MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Tugas
Pada Mata Kuliah Perpajakan
Dosen Pengampu : Agus Arwani, M.Ag







Oleh:
Sabana Karima (2013113238)
Siti Karomah (2013114205)
Ulul Azmiyah (2013114202)
Inna Zamilatul Amalia (2013114204)
KELAS B

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2016
ABSTRAK

Karima, Sabana dkk. 2016. PPH Pasal 23 dan Pasal 26. Makalah Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan. Dosen Pengampu : Agus Arwani, M.Ag.

Kata Kunci : PPH Pasal 23 dan Pasal 26

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, masyarakat sebagai wajib  pajak harus memahami ketentuan – ketentuan umum perpajakan. Salah satu ketentuan tersebut adalah mengenai self assessment system. Dalam self assessment system, seluruh proses pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dimulai dari menghitung dan menetapkan besarnya pajak terutang, menyetor pajak terutang ke kas negara, melaporkan perhitungan dan penyetoran, serta  mempertanggung jawabkan semua kewajiban dilakukan wajib pajak.
Untuk melengkapi dan menutup kelemahan yang ada pada self assessment System digunakan sistem perpajakan yang lain yaitu sistem pemotongan (withholding system).
Withholding system adalah suatu cara pemungutan pajak yang penghitungan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga. Salah satu pajak yang menggunakan sistem withholding system adalah Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23). Dimana yang dapat memotong PPh Pasal 23 adalah badan pemerintahan, wajib pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan wajib pajak orang pribadi dalam negeri  tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pada akhir tahun 2006 Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan baru tentang pemotongan PPh Pasal 23 dengan dikeluarkannya Peraturan Dirjen Pajak PER-178/PJ/2006. Ketentuan ini menggantikan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-170/PJ/2002. Pada dasarnya aturan ini adalah penjabaran dari wewenang Dirjen Pajak untuk menentukan jenis-jenis objek PPh Pasal 23 selain yang sudah disebutkan di Undang – undang Pajak Penghasilan. Perluasan objek pajak PPh Pasal 23 dapat dilihat dari disebutkannya jenis “jasa lain” yang menjadikan semua jenis jasa pada hakekatnya kena PPh Pasal 23. Kontroversi timbul karena peraturan ini mengandung prinsip negatif list karena semua jasa pada hakekatnya objek PPh Pasal 23 kecuali disebutkan kecuali.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 akhirnya dicabut. Peraturan pengganti yang dikeluarkan olehDirjen Pajak adalah PER-70/PJ/2007 tertanggal 9 April 2007. Dengan dikeluarkannya PER-70/PJ/2007, pengenaan PPh Pasal 23 sekarang menjadi positif list yang berarti jenis jasa yang dikenakan PPh Pasal 23 adalah jasa – jasa yang disebutkan dalam lampiran PER-70/PJ/2007 ini.












PERNYATAAN

Dengan ini Kami menyatakan bahwa :
Nama : Sabana Karima (2013113238)
Siti Karomah (2013114205)
Ulul Amiyah (2013114202)
Inna Zamilatul Amalia (2013114204)
Kelompok : 6 (Enam)
Makul : Perpajakan
Jurusan : Syariah dan Ekonomi Islam
Prodi : Ekonomi Syariah
Makalah yang berjudul “PPH PASAL 23 DAN 26” adalah benar-benar karya penulis sendiri, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah penulis sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Pekalongan,  Oktober 2016
Yang menyatakan




KELOMPOK 6





KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah Perpajakan yang berjudul “PPH Pasal 23 dan 26”  ini dapat penulis selesaikan.
Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, yang telah mengantarkan kita dari zaman jahiliyah sampai zaman yang terang benderang ini. Tak ketinggalan pula keluarga dan sahabat beliau, serta seluruh umat Islam.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini, kemudian penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Pekalongan,  Oktober  2016


Penulis











DAFTAR ISI
ABSTRAK
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
KERANGKA TEORI
BAB II PEMBAHASAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
BAB III ANALISIS
PEMBAYARAN PPH PASAL 23 SECARA ONLINE
PEMBAYARAN PPH PASAL 26 SECARA ONLINE
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN DAN REKOMENDASI






BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
 Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga meningkat. Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini  merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak penghasilan badan.Pajak penghasilan pasal 21,22,23,24,25,dan 26.
Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat pembukuan untuk menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam perpajakan, pembukuan juga wajib dibuat oleh wajib pajak yang berbentuk badan untuk mempermudah menghitung pajaknya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban dan hak wajib pajak badan dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari wajib pajak badan.
RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian pajak pengahasilan pasal 23 dan 26 ?
Bagaimana Mekanisme pajak penghasilan pasal 23dan 26 ?

KERANGKA TEORI
Menurut Prof. DR. Rahmat Soemitro  seperti yang di tulis oleh  Mardiasmo  (2003)  hal. 1  “Perpajakan Teori dan Kasus”bahwa : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat di paks akan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal,  yang langsung dapat di tunjukan dana yang dapat di gunakan untuk  mendapat pengeluaran umum”.
Jenis pemotongan atau pemungutan PPh pasal 21, 22, 23, 26, PPh final pasal  4(2), PPh pasal 15 dan PPN dan PPnBM merupakan pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran dan Pajak masukan.
Menurut Waluyo dan Ilyas  bahwa :Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan  kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, dan perusahaan luar negeri lainnya”.
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) Menurut hukum Indonesia, Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 timbul apabila wajib pajak (WP) Dalam Negeri dan wajib pajak (WP) Badan Usaha Tetap (BUT) melakukan transaksi yang menimbulkan penghasilan dari modal atau penghasilan dari jasa tertentu. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 merupakan pembayaran pajak dimuka yang pada umumnya dapat dikreditkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan oleh wajib Pajak yang menerima penghasilan
Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT), atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri, Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri baru menjadi pemotong PPH Pasal 23 apabila sudah ditunjuk oleh Dirjen Pajak melalui suatu Surat Keputusan.
Kegiatan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 merupakan kegiatan untuk memperluas cakupan pengenaan pajak, sehingga penerimaan pajak lebih dipermudah.
Menurut Waluyo berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas 13 Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.










BAB II
PEMBAHASAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
PENGERTIAN
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

PEMOTONG DAN PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 23
Pemotong PPh Pasal 23 :
Badan Pemerintah
Wajib Pajak Badan dalam negeri
Penyelenggaraan kegiatan
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yaitu :
Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, Pengacara, dan Konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas, serta
Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan , yang terdaftar sebagai Wajib Pajak ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.
Yang dimaksud dengan konsultan adalah orang pribadi yang melakukan atau memberikan konsultasi sesuai dengan keahliannya seperti konsultan hukum, konsultan pajak, konsultan teknik dan konsultan di bidang lainnya.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa yang dilakukannya, wajib memotong, menyetor dan melaporkan PPh Pasal 23 sesuai dengan ketentuan yang berlaku apabila dalam suatu bulan takwim terdapat objek PPh Pasal 23.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 :
WP dalam negeri
BUT

TARIF PPH PASAL 23
 Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek PPh 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif PPh 23 dan objek PPh Pasal 23 :
Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut:
Penilai (appraisal);
Aktuaris;
Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
Hukum;
Arsitektur;
Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
Perancang (design);
Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
Penebangan hutan;
Pengolahan limbah;
Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
Perantara dan/atau keagenan;
Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
 Mixing film;
Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
Internet termasuk sambungannya;
Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
Maklon;
Penyelidikan dan keamanan;
Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
Pembasmian hama;
Kebersihan atau cleaning service;
Sedot septic tank;
Pemeliharaan kolam
Katering atau tata bog
 Freight forwarding;
Logistik;
Pengurusan dokumen;
Pengepakan;
Loading dan unloading;
Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
Pengelolaan parkir;
Penyondiran tanah;
Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
Pemeliharaan tanaman;
Permanenan;
Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
Dekorasi;
Pencetakan/penerbitan;
Penerjemahan;
Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
Pelayanan pelabuhan;
Pengangkutan melalui jalur pipa;
Pengelolaan penitipan anak;
Pelatihan dan/atau kursus;
Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
Sertifikasi;
Survey;
Tester;
Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
 Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:
Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final.
Jika Anda kesulitan menghitung dan mengingat besarnya tarif pajak tersebut, gunakan saja aplikasi Online Pajak. Di aplikasi ini, tarif-tarif PPh Pasal 23 tersebut dapat dihitung otomatis dan cepat, tanpa perlu mengingat berapa besar tarifnya. Sehingga laporan PPh Pasal 23 Anda pun dapat dibuat lebih cepat dan mudah.
OBJEK PPH PASAL 23
Penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak Dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan :
Dividen
Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang
Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sdebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2)
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.


DIKECUALIKAN DARI PEMOTONGAN PPH PASAL 23
Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertyempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
Bagi perseroan terbatas, BUMN/D, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha (dihapus)
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi
Sisa Hasil Usaha Koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
Bunga simpanan anggota koperasi yang tidak melebihi jumlah Rp.240.000,- setiap bulan (Dihapus)
Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Pasal 23 atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan, mulai tanggal 1 Januari 2009 :
Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
Dividen
Bunga
Royalti, dan
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
DIHAPUS sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas :
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dan
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas deviden yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final mulai tanggal 1 Januari 2009.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota koperasi Orang Pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat fianal mulai tanggal 1 Januari 2009.
Besarnya Pajak Penghasilan atas bunga simpanan sebagaimana dimaksud diatas adalah :
0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000,- (dua ratus empat puluh ribu rupiah) perbulan, atau
10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp.240.000,- (dua ratus empat puluh ribu rupiah) perbulan.
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud diatas tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif diatas.
Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud diatas terdiri dari :
Jasa Penilai (appraisal)
Jasa Aktuaris
Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
Jasa perancang (design)
Jasa Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT)
Jasa penunjang di bidang penambangan migas
Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan Bandar udara
Jasa penebangan hutan
Jasa pengolahan limbah
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
Jasa perantara dan/atau keagenan
jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI
Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
Jasa mixing film
Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sebagai sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
Jasa maklon
Jasa penyelidikan dan keamanan
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
Jasa pengepakan
Jasa penyediaan termpat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
Jasa pembasmian hama
Jasa kebersihan atau cleaning service
Jasa catering atau tata boga
Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud di atas tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen).
Jasa penunjang dibidang penambangan migas sebagaimana dimaksud diatas huruf f adalah jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas bumi berupa :
Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat diantara pipa selubung dan lubang sumur
Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen yang bertujuan untuk :
Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong
Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air, Perbaikkan dari penyemenan dasar yang gagal
Penutupan sumur
Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa
Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi dan menaikkan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak di inginkan
Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil
Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen and coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah di pompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur
Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi
Jasa reparasi pompa roda (recta repair)
Jasa pemasangan instalasi dan perawatan
Jasa penggantian peralatan/material
Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur kedalam sumur
Jasa mud engineering
Jasa Well longing & perforating
Jasa stimulasi dan secondary decovery
Jasa Well testing & Wire line service
Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling
Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling
Jasa lainnya yang senenis di bidang pengeboran migas.

Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas sebagaimana dimaksud diatas adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum berupa :
Jasa pengeboran
Jasa penebasan
Jasa pengupasan dan pengeboran
Jasa penambangan
Jasa pengangkutan/sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum
Jasa pengelolahan bahan galian
Jasa reklamasi tambang
Jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan penggalian/pemindahan tanah
Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
Jasa penunjang dibidang penerbangan dan Bandar udara sebagaimana di maksud diatas adalah berupa :
Bidang aeronautika, termasuk :
Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara
Jasa pengguasan jembatan pintu (avio bridge)
Jasa pelayanan penerbangan
Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang di angkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara di darat
Jasa penunjang lain di bidang aeronautika
Bidang non-aeronautika, termasuk :
Jasa catering pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat
Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika.
Jasa maklon sebagaimana dimaksud diatas adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spsesifikasi, bahan baku atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikkan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
Jasa penyelengara kegiatan atau event organizer sebagaimana dimaksud diatas adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran music, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan

YANG DIMAKSUD DENGAN SEWA DEAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA, JASA TEKNIK DAN JASA MANAJEMEN
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat adalah :
Sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisata yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang diswea dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, Perjanjian tertulis maupun tidak tertulis adalah kesepakatan untuk mengikatkan diri pada satu atau lebih pihak lain yang dituangkan secara tertulis maupun lisan.
Jasa teknik adalah pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi :
Pelaksanaan suatu proyek
Pembuatan suatu jenis produk
Jasa teknik dapat pula beberapa pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman-pengalaman di bidang manajemen.
Jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen dengan mendapat balas jasa berupa imbalan manajemen (“management fee”.
CONTOH SOAL DAN PERHITUNGANNYA
PT Perdana merupakan perusahaan penerbitan dan percetakan. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2000, beralamat di Jl. Tentara Pelajar No. 7 Yogyakarta. NPWP 01.555.444.1.541.000. Pembayaran honorarium dan imbalan lain sehubungan dengan PPh Pasal 23 selama bulan Oktober 2011 sebagai berikut:
1.Pada tanggal 10 Oktober 2011, membayar bunga pinjaman kepada Bank Mandiri Yogyakarta sebesar Rp1.000.000. Bank Mandiri beralamat di Jl. Diponegoro No. 133 Yogyakarta, NPWP 01.222.333.2.541.000
2.Pada tanggal 15 Oktober 2011, membayar royalti kepada beberapa penulis yaitu :
Nama
Alamat
NPWP
Jumlah Royalti

Monalisa
Jl. Padang No. 6 Yogyakarta
04.111.333.1.541.000
Rp 20.000.000,-

Yogananta
Jl. Merdeka No. 100 Yogyakarta
-
Rp 5.000.000,-

Riskayanti
Jl. Kalimantan No. 10 Yogyakarta
04.222.555.1.541.000
Rp 10.000.000,-


3. Pada tanggal 20 Oktober 2011, memebayar jasa perbaikan mesin produksi yang telah rusak sebesar Rp 15.000.000 kepada PT Maju Jaya, yang beralamat di Jl. Godean No. 26 Yogyakarta, NPWP 01.446.577.2.541.000.
4.Pada tanggal 22 Oktober 2011, membayar fee sebesar Rp22.000.000 kepada Kantor Akuntan Publik Dwiananda, yang beralamat di Jl Mrican No. 200 Yogyakarta, NPWP 04.322.233.2.541.000.
5.Pada tanggal 29 Oktober 2011, membayar sewa kendaraan untuk mendistribusikan hasil produksi ke beberapa kota, sewa dibayarkan ke Andika Rental sebesar Rp6.000.000 yang beralamat di Jl. Adisucipto No. 38 Yogyakarta, NPWP 01.111.333.1.541.000
Diminta :
1.Hitunglah PPh Pasal 23 yang dipotong PT.
2.Buatkan bukti pemotongan PPh Pasal 23 untuk setiap Wajib Pajak
3.Setorkan PPh Pasal 23 yang telah terpotong
4.Buatkan SPT Masa PPh Pasal 23 Oktober 2011 untuk PT Perdana
Jawab :
Perhitungan PPh Pasal 23 dan bukti pemotongan yang dibuatkan oleh Pt Perdana dijelaskan sebagai berikut :
Nama Penulis
PPH yang Dipotong
Tambahan PPh karena tidak ber-NPWP
Total PPh yang Dipotong

Monalisa
15% x Rp 20.000.000,- = Rp 3.000.000,-
-
Rp 3.000.000,-

Yogananta
15% x Rp 5.000.000,- = Rp 750.000,-
100% x Rp 750.000,- = Rp 750.000,-
Rp 1.500.000,-

Riskayanti
15% x Rp 10.000.000,- = Rp 1.500.000,-
-
Rp 1.500.000,-

1. Atas pembayaran bunga sebesar Rp1.000.000 kepada Bank Mandiri tidak dipotong pajak karena Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank merupakan pengecualian dari pengenaan PPh Pasal 23. 2. Atas pembayaran royalti kepada penilis dipotong PPh Pasal 23 sebagai berikut :
Masing-masing wajib pajak dibuatkan hasil bukti pemotongan nomor : 01/Ps-23/10/2011, 02/Ps-23/10/2009, 03/Ps-23/10/2011.
3. Atas pembayaran imbalan jasa teknik kepada PT Maju Jaya sebesar Rp15.000.000 dipotong PPh Pasal 23 sebesar :
Tarif 2% x penghasilan bruto  = 2% x Rp15.000.000 = Rp300.000
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 04/Ps-23/10/2011

4. Atas pembayaran fee kepada Kantor Akuntan Dwiananda & Co. sebesar Rp22.000.000 dipotong PPh Pasal 23 sebesar : Tarif 2% x penghasilan bruto = 2% x Rp22.000.000 = Rp440.000
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 05/Ps-23/10/2011
5. Atas pembayaran sewa kendaraan kepada Andika Rental sebesar Rp6.000.000, dipotong PPh Pasal 23 sebesar : Tarif 2% x penghasilan bruto = 2% x Rp6.000.000 = Rp120.000
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 06/Ps-23/10/2011
Total PPh pasal 23 yang dipotong dan disetor adalah :

Penerima
Jumlah PPh yang Dipotong/Disetor

Atas Royalti :



1. Monalisa
Rp 3.000.000,-


2. Yogananta
Rp 1.500.000,-


3. Riskayanti
Rp 1.500.000,-




Rp 6.000.000,-

Atas Jasa :



1. PT Maju Jaya
Rp 300.000,-


2. Kantor Akuntan Dwiananda & Co.
Rp 440.000,-




Rp 740.000,-

Atas Sewa :



1. Andika Rental

Rp 120.000,-

Total

Rp 6.860.000,-


PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
PENGERTIAN
Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri  dari Indonesia, Undang-undang ini menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak Luar Negeri lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap.

PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 wajib dilakukan oleh :
Badan Pemerintah
Subjek Pajak dalam negeri
Penyelenggara Kegiatan
BUT
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari bruto

OBJEK PPH PASAL 26
Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam :
Dividen
Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
Hadiah dan penghargaan
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya, dan/atau
Keuntungan karena pembebasan utang
Jadi, dilihat dari sisi sumbernya, penghasilan dapat bersumber dari :
Yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan
Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya, dan
Keuntungan karena pembebasan utang
Negara domisili dari Wajib Pajak Luar Negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia ditentukan oleh tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). Oleh karena itu, Negara domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan Surat Keterangan Domisili, tetapi juga tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima manfaat dari penghasilan dimaksud.
Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi, Negara domisilinya adalah Negara tempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal atau berada, sedangkan bila penerima manfaat adalah badan maka Negara domisilinya adalah Negara tempat pemilik atau lebih dari 50% (lima puluh persen) pemegang saham baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya berada.



TARIF DAN SIFAT PEMOTONGAN
Tarif pemotongan pajak Penghasilan Pasal 26 adalah :
20% (dua puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
Dividen
Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
Hadiah dan penghargaan
Pensiun dan pendapatan berkala lainnya
Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya, dan/atau
Keuntungan karena pembebasab utang


Contoh :
Suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, maka subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong pajak penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Jadi, PPh Pasal 26 yang dipotong adalah :
20% x Rp.100.000.000,- = Rp.20.000.000,-
Contoh :
Seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton di Indonesia, dan kemudian merebut hadiah uang maka atas hadiah tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen).
20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar Negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan netto dan bersifat final.
Ketentuan ini tidak diterapkan dalam hal Wajib Pajak Luar Negeri tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, atau apabila penghasilan dari penjualan harta tersebut telah dikenai pajak berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (2).
Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau Special Purpose Company) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.
No
Pembayar Premi di Indonesia
Perkiraan Penghasilan Netto dari jumlah premi yang dibayar
Tarif efektif PPh Pasal 26

1
Tertanggung
50%
10% (20% x 50%)

2
Perusahaan Asuransi
10%
2% (20% x 10%)

3
Perusahaan Reasuransi
5%
1% (20% x 5%)


20% (dua puluh persen) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Besarnya PPh Pasal 26 untuk BUT = 20% x (PKP – PPh Terutang)


Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan Negara pihak pada persetujuan.
Contoh :
Suatu perusahaan menyewaan gedung kantor, PT A, mengasuransikan bangunan bertingkat langsung ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 2009 sebesar Rp.1 milyar. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tersebut besarnya perkiraan penghasilan netto perusahaan asuransi luar negeri adalah :
50% x Rp 1milyar = Rp.500.000.000,-
Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT A selama tahun 2009 adalah :
20% x Rp.500.000.000,- = Rp.100.000.000,- (10% x Rp.1milyar).
Jika PT A mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT B, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp.1milyar, dan kemudian PT B mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp.500 juta.
Maka besarnya perkiraan penghasilan netto perusahaan asuransi di luar negeri adalah :
10% x Rp.500 juta = Rp.50.000.000,- dan
PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT B adalah :
20% x Rp.50 juta = Rp.10.000.000,- (2% x Rp.500.000.000,-).
Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha tetap di Indonesia dalam tahun 2009 sebesar Rp.17.500.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp.17.500.000.000,-
Pajak Penghasilan :
28% x Rp 17.500.000.000,- = Rp.  4.900.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak Rp. 12.600.000.000,-
Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang :
20% x Rp 12.600.000.000,- = Rp.   2.520.000.000,-
Namun apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp.12.600.000.000,- tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 diatas bersifat final, kecuali :
Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia
Penghasilan yang menjadi objek pajak penghasilan Pasal 26 (seperti tersebut diatas) yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif atau bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan
Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri atau bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Contoh :
A sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT B sebagai Wajib Pajak dalam Negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) bulan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009. Pada tanggal 20 April 2009 perjanjian kerja tersebut diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2009.
Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang maka status A adalah tetap sebagai Wajib Pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut maka status A berubah dari Wajib Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2010. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2010 atas penghasilan bruto A telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT B.
Berdasarkan ketentuan ini, maka untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan A untuk masa Januari sampai dengan Agustus 2010, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong dan disetor PT B atas penghasilan A sampai dengan Maret tersebut, dapat dikreditkan terhadap pajak A sebagai Wajib Pajak dalam Negeri.


SAAT TERUTANG, CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN SPT MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat bukti Pemotongan PPh Pasal 26 rangkap 3 (tiga) :
Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri
Lembar pertama untuk Kantor Pelayanan Pajak
Lembar pertama untuk Pemotong
PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar ketiga, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh :
Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) Juni 2009, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) Juni 2009.
PENGECUALIAN
BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat :
Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan
Dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut
Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, berproduksi komersil.
Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
CONTOH PERHITUNGAN
Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Cunha, mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp1 Miliar.  Perkiraan penghasilan =  50% x Rp1 Miliar     =    Rp500.000.000,- PPh Pasal 26 =   20% x Rp500.000.000,-     =    Rp100.000.000,- (10% x Rp1 Miliar) Jika PT Cunha mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT Handoko, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1 Miliar, dan kemudian PT Handoko mereasuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp500.000.000,- Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500 juta = Rp50.000.000,-  PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT Handoko adalah = 20% x Rp50 juta = Rp10.000.000,- (2% x Rp500.000.000,-)



BAB III
ANALISIS

PEMBAYARAN PPH PASAL 23 SECARA ONLINE


Pembayaran PPh Pasal 23
Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara membuat ID billing terlebih dahulu, lalu membayarnya melalui Bank Persepsi (ATM, teller bank, fitur bayar pajak online di Online Pajak, dll) yang telah disetujui oleh Kementerian Keuangan. Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Bukti Potong PPh Pasal 23
Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak tersebut dan bukti potong (rangkap ke-2) pada saat melakukan efiling pajak PPh 23 di Online Pajak.
Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online atau efiling gratis di OnlinePajak. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Jika sebelumnya perhitungan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara terpisah-pisah, kini ketiga hal tersebut bisa dilakukan dengan satu aplikasi OnlinePajak yang terintegrasi, mudah, otomatis dan lebih  cepat. Baik Anda membuat laporan PPh 23 di OnlinePajak atau menggunakan file CSV PPh 23 dari aplikasi e-SPT, lalu mengimpornya untuk efiling pajak gratis di OnlinePajak. Sangat memudahkan akuntan yang ingin menyelesaikan pelaporan dan pembayarannya tepat waktu.

Ada 5 manfaat buat perhitungan, setor dan efiling PPh 23 di OnlinePajak, yaitu:
Telah disahkan DJP.
Cepat dan mudah (perhitungannya otomatis dan akurat).
Terintegrasi. Hitung, setor dan lapor pajak online PPh 23 dilakukan dalam satu aplikasi terpadu.
Gratis untuk hitung, buat ID billing, setor dan e-Filing PPh 23.
Sedia jasa pengiriman bukti potong pajak.
PEMBAYARAN PPH PASAL 26 SECARA ONLINE


Yang menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai wajib pajak luar negeri, adalah:
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)
Tarif 20% (final) atas jumlah bruto dari:
Dividen
Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman.
Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
 Hadiah dan penghargaan
 Pensiun dan pembayaran berkala
 Premi swap dan transaksi lindung lainnya
Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia
Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun
melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.
Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.























BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
 Wajib pajak badan dan pajak penghasilan badan merupakan bagian yang sangat kompleks dalam perpajakan. Baik dari segi macam-macam usaha yang termasuk badan dalam pengertian pajak maupun cara penghitungan pajak penghasilan itu sendiri. Begitu juga dengan hak dan kewajiban dari wajib pajak badan. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak badan tanpa memandang omzet karena wajib pajak badan dirasa telah terbentuk dalam suatu organisasi yang terarah sehingga mampu menyelenggarakan pembukuan perpajakan.perhitung pajak berdasar pada Pajak Penghasilan pasal 21,22,233,24,25,dan 26

SARAN
 Dan perbedaan yang terjadi pada laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan pajak membuat wajib pajak harus melakukan penyesuaian agar didapat laba fiskal dengan cara merekonsiliasinya.
Wajib pajak badan juga memiliki berbagai fasilitas yang diberikan dengan ketentuan dan krietria tertentu agar memudahkan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Sehingga penerimaan negara disektor pajak menjadi maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Sumarsan, Thomas. 2010. Perpajakan Indonesia : Pedoman Perpajakkan yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru. Jakarta : PT Indeks.
http://azhar-sss.blogspot.co.id/2012/11/makalah-perpajakan_2162.html diakses pada tanggal 5 oktober pukul 21.00 wib
http://www.online-pajak.com/id/pph-pajak-penghasilan-pasal-23.html diakses pada tanggal 5 oktober pukul 21.00 wib
D

No comments:

Post a Comment