Artikel
BERASURANSI SYARIAH MENUJU URAT NADI MASYARAKAT
Asuransi berasal dari bahasa belanda yaitu assurantie yang kemudian menjadi asuransi yang berarti menyakinkan orang. Menurut Dewan Syariah Nasional, asuransi syari'ah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko atau bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Berdasarkan dalam Surat Yusuf :43-49 dan tertera dalam fatwa DSN MUI No. 21/DSNMUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Sedang pengertian ‘asuransi’ itu sendiri adalah pertanggungan’. Definisi standar asuransi dijelaskan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan.
Di indonesia sendiri Perusahaan asuransi syariah pertama kali didirikan pada tahun 1994 melalui PT Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT STI memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful Umum (ATU). Menurut data pemerintah BAPEPAM LK Kementrian Republik Indonesia, sampai dengan tanggal 31 Januari 2011, di Indonesia terdapat 44 perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian syariah, lima diantaranya merupakan asuransi syariah penuh (full Islamic insurance system), yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK), PT Asuransi Takaful Umum (ATU), dan PT Asuransi Syariah Mubarakah (ASM), PT Jaya Proteksi Takaful, dan PT Asuransi Jiwa Al-Amin, sedangkan 37 unit asuransi syariah (UUS), dan tiga perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah.
Jika kita berbicara tentang asuransi syariah maka yang terlintas dalam benak kita konvensional, adapun perbedaan dari syariah dan konvesional diantaranya pengelolaannya dan landasan serta prinsip yang berdasakan alquran dan hadits. Sedangkan konvensional adalah jual beli antara peserta dan perusahaan.
Apapun pelarangan yang terdapat dari alquran maupun hadits serta penghalalannya, telah menjadi hukum dasar dalam asuransi syariah. Jika konvesional terdasarkan dalam uu yang diatur di uu no 2 tahun 1994 tentang asuransi.Asuransi sebagai jaminan kehidupan masa depan yang telah secara hukum diresmikan baik uu maupun dari KMK serta MUI melindungi dalam pelaksanaan di dalam aktivitas perusahaan. Dengan meningkatnya perbankan di bidang syariah serta banyak nasabah yang banyak menginginkan sebuah label tentang syariah maka perusahaan bukan perbankan salah satunya asuransi juga mengeluarkan label dengan embel-embel syariah.
Dengan pengelolaan resiko dalam asuransi syariah menggunakan sharing of risk (resiko di bebankan kepada perusahaan dan peserta), pengelolaaan dana di lakukan transparan dan keuntungan di bagi kepada para pemegang polis, kepemilikan dana itu sendiri milik bersama sedang perusahaan bertindak sebagai pengelola, pengawasan dilakukan ketat dan dilaksanakan oleh DSN (dewan syariah nasional) ada juga DPS (dewan pengawas syariah)dengan memastikan pelaksanaan perusahaan tersebut berjalan dengan prinsip syariah, investasi tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah.
Maka dengan jelas dan gamblang dengan pengelolaan yang jelas dan landasan yang mendasar baik dari hukum islam maupun hukum negara asuransi syariah di indonesia telah berdasar dan terekspos dengn baik, bagus dan terpercaya bagi para pemegang polis dan tertanggung.
Memang benar secara terperinci dan tersruktur asuransi syariah memegang peranan penting untuk umat beragama terkhusus islam apalagi Rosullullah menjadi tauladan umatnya telah mempraktekan kegiatan tersebut. Jika kita tengok perkembangan asuransi di indonesia ada berdasarkan data BPS tahun 2014 terdapat 146 perusahaan , 44 perusahaan asuransi syariah dan 102 untuk perusahaan konvesional, jelas sekali sangat berbanding terbalik bahwa asuransi syariah belum menemukan eksistensinya untuk menjadi urat nadi di dalam masyarakat. Padahal penduduk indonesia mayoritas beragama islam yang seharusnya menjadi peluang besar untuk meningkatkan perkembangan.
Tapi asuransi itu sendiri banyak di minati dikalangan negara maju, dengan indonesia masih menjadi negara berkembang dan ironisnya indonesia menduduki negara termiskin di peringkat ke 9 diatasnya negara india (8), apakah mungkin asuransi syariah akan di gemari dari kalangan menengah sampai ke bawah. Sedang premi yang harus di bayar oleh tertanggung di perusahaan takaful dengan minimum Rp. 250.000,00 sangat disayangkan seharusnya asuransi syariah menjadi pondasi dalam tolong menolong dan pegangang saat terjadi kecelakaan atau yang lainnya. Masyarakat indonesia yang sebagian besar adalah buruh dengan penghasilan rata-rata Rp.1200.000,00 dengan anak minimal 4, sangat sulit sekali untuk hal berasuransi.
Para ulama dan kyai yang sangat urgen peranannya yang menjadi urat nadi di penjuru kalangan baik miskin ataupun kaya, dan kepercayaan dalam hal keilmuannya yang bisa di percaya di masyarakat, menjadi solusi atas permasalahan yang ada di masyarakat serta pemberi ilmu di bidang keagamaan yang di bilang sangat mempuni, tak hanya mengajarkan kitab kuning tapi bisa untuk mempraktekanya. Nah jika dilihat dari berbagai aspek seharusnya asuransi syariah bisa mengambil kepercayaan dan komotmennya dalam hal sosialisasi dengan para ulama dan kyai sehingga pertumbuhan dan perkembangan asuransi syariah akan tinggi dan menjadi kebutuhan dari para tertanggung. Dengan bersifat transparan di dalam perhitungannya maka akan membuat kepercayaan.
Dengan kerjasama dan memperbaiki produk serta premi agar bisa terjangkau oleh berbagai kalangan mungkin akan bisa asuransi syariah menjadi urat nadi di dalam masyarakat dan menjadi eksis di dalam keuangan bukan perbankan. Permintaan asuransi syariah di masyarakat akan meningkat yang dapat diartikan bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai terbiasa untuk bertransaksi dengan menggunakan syariah Islami.
No comments:
Post a Comment