PEMIMPIN
SARUNG DI ORGANISASI
Kepemimpinan adalah proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada
kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasanya.
Pemimpin... organisasi adalah wadah
serta proses kerjasama sejumlah manusia yang terkait dalam hubungan formal.
Kepemimpinan
dalam islam bagian dari kepribadian islam. Rosulullah SAW bersabda setiap orang
dari kamu adalah pemimpin dan kamu bertanggung jawab atas kepemimpinanmu.setiap
anda adalah pengasuh dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya.laki-laki adalah
pengasung dikeluarganya dan bertanggung jawab terhadap asuhannya.istri adalah
pengasuh dirumah suamianya dan bertanggung jawab terhadap asuhannya.ciri
daripada pemimpin islam biasa disebut safe siddiq(jujur),amanah(dapat
dipercaya),tabliq(menyampaikan), dan fathonah(cerdas).prinsip dasarnya
musyawarah, adil, dan kebebasan berfikir.
Albert
schweitzer pernah mengatakan keteladanan bukan cara utama mempengaruhi orang
lain ,keteladanan adalah satu-satunya cara. Thomas Fuller pun mengatakan
teladan yang baik merupakan khotbah atau ceramah baik.
Jika
pemimpin tersebut memakai sarung pengikutnypun harus memakai sarung.seorang
pemimpin yang mampu mempengaruhi pengikutnya dengan dengan perilaku akhlaq
serta kepandaiannya.saat ia menjadi pemimpin jadikan akhlaq menjadi cara agar
pengikut dapat tertarik.kadang seorang pemimpin gagal dalam suatu organisasi
karena pengikut tidak mengikuti, disebabkan akhlaq yang tidak baik dari
pemimpin tersebut. Sebab seorang pemimpin menjadi tolak ukur untuk pengikut
dapat mengikutinya.
Bagaimana
kalau akhlaq pemimpin tersebut tentu pengikut akan pergi dan menganggap buruk
akan semua yang dilakukannya sehinng banyak pengikut yang melakukan tugasnya
tidak dengan senang hati bahkan kesal atau mungkin malah meninggalkannya.sangat
penting sebuah akhlaq seperti yang dikatakan Albert schweitzer pernah
mengatakan “ keteladanan bukan cara utama mempengaruhi orang lain ,keteladanan
adalah satu-satunya cara. Thomas Fuller pun mengatakan teladan yang baik
merupakan khotbah atau ceramah baik. Tentu dengan keteladanan disertai akhlaq
yang baik setiap hari dari perkataan, perbuatan dan perilaku yang lain.dengan
sarung sebuah akhlaq akan tercermin jiwa yang bersih dan dapat menutupi yang
perlu ditutupi.
Saya
lebih setuju dengan seorang
pemimpin yang berakhlaq karimah
dengan kepandaiannya yang standar asal dengan catatan ia mau untuk merubah
menjadi pintar.daripada seorang pemimpin yang hanya mempunyai kepandaian tapi
tidak punya akhlaq sehingga bisa jadi kepandaiannya dipergunakan untuk
keburukan.dan lebih sempurna lagi seorang pemimpin yang mempunyai akhlaq dan
kepandaian yang bagus akn membuatnya seimbang.
Selama
ini banyak yang beranggapan kepemimpinan diri sama dengan peningkatan diri. Hal
ini dikuatkan oleh pemikir dan pemimpin agung dunia,diantaranya Nabi Muhammad
SAW “kita baru saja kembali dari jihat kecil ke jihat besar “ para sahabat
bertanya “apa itu bjiaiht besar?” rosul menjawab “menaklukan hawa nafsu “dengan
menaklukan dirrinya sendiri.lao-zoa berkata mereka yan memahami orang lain
bijaksana,dia yang mengetahui dirinya sendiri cerdas.kesuksesan suatu pemimpin
organisasi dimulai dengan memimpin dirinya sendiri dan kesuksesan melatih tim
dimulai dengan melatih dirinya sendiri.bukankan pernah dikatakan kata yang
termasyhur kita memandang dunia bukan sebagaimana adanya,tapi sebagaimana diri
kita.penting suatu organisasi yang dapat memimpin dirinya sendiri dan dapat
menghadapi dirinya sendiri karena seseorang itu adalah pemimpin jadi
sepatutunya kita dapat mimimpin diri kita sendiri.
Allah swt menjawab: Janji
(amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim".
Kepemimpinan adalah amanah, titipan
Allah swt, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab
kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk
memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi
kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri,
bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin
sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukan kekayaan dan
kemewahan di dunia.
Karena itu pula, ketika sahabat
Nabi SAW, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi
saw bersabda: "Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi
sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)".(H.
R. Muslim). Sikap yang sama juga ditunjukkan Nabi saw ketika seseorang meminta
jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata: "Ya Rasulullah, berilah
kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah kepadamu.
"Maka jawab Rasulullah saw: "Demi Allah Kami tidak mengangkat
seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada
jabatan itu".(H. R. Bukhari Muslim).
Kedua, kepemimpinan menuntut
keadilan. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan, penindasan dan pilih kasih.
Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan. Diantara bentuknya
adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang berselisih,
mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis,
budaya, dan latar belakang. Lihat Q. S. Shad (38): 22, "Wahai Daud, Kami
telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia
dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu".
Hal senada dikemukakan oleh
Hafidhuddin (2003). Menurutnya ada dua pengertian pemimpin menurut Islam yang
harus dipahami. Pertama, pemimpin berarti umara yang sering disebut juga dengan
ulul amri. Lihat Q. S. An-Nisaâ 4): 5, "Hai orang-orang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu". Dalam ayat
tersebut dikatakan bahwa ulil amri, umara atau penguasa adalah orang yang
mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain, pemimpin
itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Jika ada
pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia bukanlah pemimpin
(yang sesungguhnya).
Kedua, pemimpin sering juga disebut
khadimul ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus
menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan minta dilayani.
Dengan demikian, hakikat pemimpin sejati adalah seorang pemimpin yang sanggup
dan bersedia menjalankan amanat Allah swt untuk mengurus dan melayani
umat/masyarakat.
Kriteria pemimpin
Para pakar telah lama menelusuri
Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus
dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya
terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai
pemimpin umatnya, yaitu: (1). Shidq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam
bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah
bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan
menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang
yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah khianat. (3)
Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi
dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh,
yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang
diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi
(kekurangan) dan melindungi (kesalahan).
Di dalam Al-Quran juga dijumpai
beberapa ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat pokok yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin, diantaranya terdapat dalam surat As-Sajdah (32): 24 dan
Al-Anbiyaâ (21): 73. Sifat-sifat dimaksud adalah: (1). Kesabaran dan
ketabahan. "Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah".
Lihat Q. S. As-Sajdah (32): 24. Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan
dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok yang harus
ada dalam diri seorang pemimpin. Sedangkan yang lain adalah sifat-sifat yang
lahir kemudian akibat adanya sifat (kesabaran) tersebut. (2). Mampu menunjukkan
jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah swt. Lihat Q. S.
Al-Anbiyaâ (21): 73, "Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami".
Pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke pintu
gerbang kebahagiaan. Atau dengan kata lain tidak sekedar mengucapkan dan
menganjurkan, tetapi hendaknya mampu mempraktekkan pada diri pribadi kemudian
mensosialisasikannya di tengah masyarakat. Pemimpin sejati harus mempunyai
kepekaan yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia yang
pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat sejahtera cukup dia yang
terakhir sekali menikmatinya. (3). Telah membudaya pada diri mereka kebajikan.
Lihat Q. S. Al-Anbiyaâ (21): 73, "Dan Kami wahyukan kepada mereka
(pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat
serta menunaikan zakat". Hal ini dapat tercapai (mengantarkan umat kepada
kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah daging dalam diri para pemimpin
yang timbul dari keyakinan ilahiyah dan akidah yang mantap tertanam di dalam
dada mereka.
Sifat-sifat pokok seorang pemimpin
tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Al-Mubarak seperti
dikutip Hafidhuddin (2002), yakni ada empat syarat untuk menjadi pemimpin:
Pertama, memiliki aqidah yang benar (aqidah salimah). Kedua, memiliki ilmu
pengetahuan dan wawasan yang luas (`ilmun wasi`un). Ketiga, memiliki akhlak
yang mulia (akhlaqulkarimah). Keempat, memiliki kecakapan manajerial dan
administratif dalam mengatur urusan-urusan duniawi.Memilih pemimpin
Dengan mengetahui hakikat
kepemimpinan di dalam Islam serta kriteria dan sifat-sifat apa saja yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih pemimpin sesuai
dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits.
Kaum muslimin yang benar-benar beriman kepada Allah dan beriman kepada
Rasulullah saw dilarang keras untuk memilih pemimpin yang tidak memiliki
kepedulian dengan urusan-urusan agama (akidahnya lemah) atau seseorang yang
menjadikan agama sebagai bahan permainan/kepentingan tertentu. Sebab
pertanggungjawaban atas pengangkatan seseorang pemimpin akan dikembalikan
kepada siapa yang mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain
masyarakat harus selektif dalam memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka
adalah "cerminâ" siapa mereka. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw
yang berbunyi: "Sebagaimana keadaan kalian, demikian terangkat pemimpin
kalian".
Sikap rakyat terhadap pemimpin
Dalam proses pengangkatan seseorang
sebagai pemimpin terdapat keterlibatan pihak lain selain Allah, yaitu
masyarakat. Karena yang memilih pemimpin adalah masyarakat. Konsekwensinya
masyarakat harus mentaati pemimpin mereka, mencintai, menyenangi, atau
sekurangnya tidak membenci. Sabda Rasulullah saw: "Barang siapa yang
mengimami (memimpin) sekelompok manusia (walau) dalam sholat, sedangkan mereka
tidak menyenanginya, maka sholatnya tidak melampaui kedua telinganya (tidak
diterima Allah)".
Di lain pihak pemimpin dituntut
untuk memahami kehendak dan memperhatikan penderitaan rakyat. Sebab dalam
sejarahnya para rasul tidak diutus kecuali yang mampu memahami bahasa
(kehendak) kaumnya serta mengerti (kesusahan) mereka. Lihat Q. S. Ibrahim (14):
4, "Kami tidak pernah mengutus seorang Rasul kecuali dengan bahasa
kaumnya". dan Q. S. At-Taubah (9): 129, "Sesungguhnya telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, terasa berat baginya penderitaanmu
lagi sangat mengharapkan kebaikan bagi kamu, sangat penyantun dan penyayang
kepada kaum mukmin.
Demikianlah Al-Quran dan Hadits
menekankan bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi pemimpin. Sebab
memilih pemimpin dengan baik dan benar adalah sama pentingnya dengan menjadi
pemimpin yang baik dan benar.